PEMOTONGAN SAPI DI TEMPAT POTONG HEWAN SONI JATIMULYO
(Tugas Mata Kuliah Abatoir dan Teknik Pemotongan Hewan)


Oleh
Kelompok 2
Hadi Pramono             0714061042
Deni Rinaldi                0854061002
Dewi Wijayanti           1014061028
Sugioto                        1014061060






JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012


         I.            PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal, serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan pemotongan hewan secara benar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama), pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection) dan pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia, pemantauan dan survei penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan pemeriksaan post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan.
Berdasarkan hal diatas, untuk menghasilkan daging yang ASUH diperlukan lokasi RPH yang memenuhi standar menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/Ot.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).
B.                Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa mengetahui cara pemotongan sapi dengan baik.
      II.            TINJAUAN PUSTAKA

Syarat ternak yang akan dipotong adalah kondisi ternak harus dalam keadaan sehat dan segar,untuk itu setelah ternak tiba di rumah potong perlu diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali segar.
Hal yang perlu diperhatikan pada tempat penampungan untuk istirahat ternak di rumah potong, kadang – kadang sumber kontaminasi pathogen (penyebab penyakit), karena ada kemungkinan ternak yang pernah datangberasal dari suatu daerah, sedang ada dalam keadaan infeksi subklinis dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas daging.  Oleh karena itu, kebersihan dan konstruksi tempat penampungan perlu dibuat dengan baik.
Lantai tempat penampungan ternakharus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, karena jika diantara ternak yang sehat terdapat ternak yang menderita sakit Salmonelosis, maka besar kemungkinan akan terjadi penularan yang cepat yang dapat menimbulkan resiko dimana dalam RPH timbul pencemaran.
Kandang untuk peristirahatan ternakharus cukup luas serta menyenangkan bagi ternaknya dan lebih baik lagi bila kandang disekat – sekat menjadi unit – unit yang lebih kecil, guna mencegah gerombolan yang terlalu banyak.  Jalan menuju ruang penyembelihan harus mudah dan apabila yang akan dipotong itu adalah ternak besar yang dipelihara di padang penggembalaan maka pada sisi lorong harus dipagari dengan menggunakan tiang – tiang yang kuat.
Perlakuan yang kasar pada ternak sebelum dipotong akan menyebabkan memar pada daging sehingga akan menurunkan kualitas dari pada karkas.  Oleh karena itu, untuk mengurang penurunan kualitas karkas, stres lingkungan harus dihindari dan ternak harus diperhatikan dengan baik.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya menyebutkan bahwa:
Pasal 7
1)                 Penyembelihan dapat dilakukan dengan pemingsanan atau tanpa pemingsanan terlebih dahulu;
2)                 Menyembelih hewan potong dilakukan oleh juru sembelih Islam menurut tata cara yang sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia antara lain:
a)                  memutus jalan nafas (hulqum);
b)                  memutus jalan makanan (mari’);
c)                  memutus dua urat nadi (wadajain);
d)                 membaca Basmalah sebelumnya.
3)                 Apabila hewan potong sebelumnya disembelih dipingsankan terlebih dahulu maka pemingsanannya dilakukan sesua dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia.
 Pasal 8
Setelah hewan potong yang disembelih tidka bergerak dan darahnya berhenti mengalir, dilakukan penyelesaian penyembelihan sebagai berikut:
a.                  kepala sampai batas tulang leher I dan kaku mulai dari tarsus/karpus dipisahkan dari badan;
b.                  hewan digantung;
c.                  dikuliti;
d.                 isi perut dan dada dikeluarkan; dan
e.                  karkas dibelah memanjang dengan ujung leher masih terpaut.
Pasal 17
Terhadap daging yang diedarkan tidak boleh ditambahkan bahan atau zat yang dapat mengubah warna aslinya.
Pasal 18
1)                 Dalam penanganan daging harus dicegah kontak antara daging tersebut dengan lantai dan dijaga agar daging tidak terkontaminasi;
2)                 Apabila diperlukan membagi karkas menjadi 4 bagian atau kurang, maka pembagian tersebut harus dilakukan dalam keadaan tergantung dan apabila diperlukan pemotongan lebih lanjut harus disediakan meja khusus untuk itu;
3)                 Daging dalam bentuk tanpa tulang harus didinginkan sampai suhu 10°C atau kurang, atau dibekukan sampai suhu -15°C dan harus dibungkus atau dikemas dengan baik.
Pasal 19
1)                 Dalam pemindahan karkas, isi rongga perut dan dada dari rumah pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan ke alat pengangkutan dan dari alat pengangkutan ke tempat penyimpanan atau tempat penjualan daging harus dihindarkan adanya kontaminasi;
2)                 Daging yang sudah dilayukan dapat diangkut dalam bentuk karkas atau daging tanpa tulang;
3)                 Dalam pengangkutan karkas atau bagian karkas harus tetap dalam keadaan tergantung dan terpisah dari isi rongga perut dan dada serta bagian hewan potong lainnya;
4)                 Selama dalam pengangkutan tidak diperkenankan seorangpun berada di ruang daging dari kendaraan pengangkut daging.
(Menteri Pertanian, 1992)
Persyaratan Rumah Potong Hewan (menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/Ot.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).

Persyaratan Teknis RPH

Pasal 4
RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal, serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan:
a.         pemotongan hewan secara benar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama);
b.         pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection) dan pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia;
c.         pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan pemeriksaan post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan.

Pasal 5
(1)       Untuk mendirikan rumah potong wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(2)       Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan peraturan perundangan.
(3)       Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.         lokasi;
b.         sarana pendukung;
c.         konstruksi dasar dan disain bangunan;
d.         peralatan.

Persyaratan Lokasi
Pasal 6
(1)       Lokasi RPH harus sesuai dengan dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) dan Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD) atau daerah yang diperuntukkan sebagai area agribisnis.
(2)       Lokasi RPH harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.         tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu dan kontaminan lainnya;
b.         tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan;
c.          letaknya lebih rendah dari pemukiman;
d.         mempunyai akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan pemotongan hewan dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi;
e.         tidak berada dekat industri logam dan kimia; f.mempunyai lahan yang cukup untuk pengembangan RPH;
g.         terpisah secara fisik dari lokasi kompleks RPH Babi atau dibatasi dengan pagar tembok dengan tinggi minimal 3 (tiga) meter untuk mencegah lalu lintas orang, alat dan produk antar rumah potong.
Persyaratan Sarana Pendukung
Pasal 7
RPH harus dilengkapi dengan sarana/prasarana pendukung paling kurang meliputi:
a.                   akses jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan kendaraan daging;
b.         sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam jumlah cukup, paling kurang 1.000 liter/ekor/hari;
c.         sumber tenaga listrik yang cukup dan tersedia terus menerus; d.fasilitas penanganan limbah padat dan cair.
Persyaratan Tata Letak, Disain, dan Konstruksi
Pasal 8
(1)       Kompleks RPH harus dipagar, dan harus memiliki pintu yang terpisah untuk masuknya hewan potong dengan keluarnya karkas, dan daging
(2)        Bangunan dan tata letak dalam kompleks RPH paling kurang meliputi:
a.         bangunan utama;
b.         area penurunan hewan (unloading) sapi dan kandang penampungan/kandang istirahat hewan;
c.         kandang penampungan khusus ternak ruminansia betina produktif;
d.         kandang isolasi;
e.         ruang pelayuan berpendingin (chilling room);
f.          area pemuatan (loading) karkas/daging;
g.         kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan;
h.         kantin dan mushola;
i.          ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi (locker)/ruang ganti pakaian;
j.          kamar mandi dan WC;
k.         fasilitas pemusnahan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan atau insinerator;
l.          sarana penanganan limbah; m.rumah jaga.
(3)       Dalam kompleks RPH yang menghasilkan produk akhir daging segar dingin (chilled) atau beku (frozen) harus dilengkapi dengan:
a.         ruang pelepasan daging (deboning room) dan pemotongan daging (cutting room);
b.         ruang pengemasan daging (wrapping and packing);
c.          fasilitas chiller;
d.         fasilitas freezer dan blast freezer;
e.          gudang dingin (cold storage).
(4)        RPH berorientasi ekspor dilengkapi dengan laboratorium sederhana.

Pasal 9
(1)       Bangunan utama RPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a harus memiliki daerah kotor yang terpisah secara fisik dari daerah bersih.
(2)        Daerah kotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.         area pemingsanan atau perebahan hewan, area pemotongan dan area pengeluaran darah;
b.         area penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki sampai metatarsus dan metakarpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi perut);
c.         ruang untuk jeroan hijau;
d.         ruang untuk jeroan merah;
e.         ruang untuk kepala dan kaki;
f.          ruang untuk kulit; dan
g.         pengeluaran (loading) jeroan.
(3)        Daerah bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi area untuk:
a.         pemeriksaan post-mortem;
b.         penimbangan karkas;
c.         pengeluaran (loading) karkas/daging.

                                IV.            HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.                Hasil Pengamatan
TPH Soni adalah milik Haji Soni yang berlamatkan di Jati Mulyo. Lokasi TPH Soni tidak terlalu jauh dengan akses jalan sehingga memudahkan dalam pemasaran karkas.  Jumlah karyawan 5 orang sebagai penyembelih sapi yang dagingnya dimanfaatkan sebagai bakso Soni dan sebagian dijual.
Peralatan yang digunakan pada TPH Soni adalah golok dan pisau yang tajam, adanya pengerek tubuh sapi yang telah dikuliti, ember/bak sebagai tempat pemisah antara jerohan, kaki, dan karkas. 
Jumlah ternak yang dipotong setiap kali pemotongan yaitu 4—6 ekor.  Pemotongan tersebut dilakukan dua hari sekali.  Ternak yang dipotong berjenis kelamin jantan .
Proses pemotongan sapi:
Penggiringan sapi ketempat pemotongan                   Pengikatan kedua kaki kiri sapi                      Perebahan sapi                            Pemotongan sapi             Pengulitan                       Pengeluaran isi perut                             Pembelahan karkas                   pemisahan daging dari tulang. 


B.                Pembahasan
Syarat ternak yang akan dipotong adalah kondisi ternak harus dalam keadaan sehat dan segar,untuk itu setelah ternak tiba di rumah potong perlu diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali segar.
Hal yang perlu diperhatikan pada tempat penampungan untuk istirahat ternak di rumah potong, kadang – kadang sumber kontaminasi pathogen (penyebab penyakit), karena ada kemungkinan ternak yang pernah datangberasal dari suatu daerah, sedang ada dalam keadaan infeksi subklinis dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas daging.  Oleh karena itu, kebersihan dan konstruksi tempat penampungan perlu dibuat dengan baik. Berikut ini adalah tempat penampungan atau peristirahatan ternak
Gambar 1. Tempat peristirahatan/penampungan ternak sebelum dipotong


Proses pemotongan sapi dimulai dengan penggiringan sapi ke tempat pemotongan, pengikatan kaki kiri depan dan belakang, perebahan sapi di lantai, penyembelihan sapi, pengulitan tubuh sapi, pengeluaran isi rongga perut dan dada, pembelahan karkas, dan deboning.
1.                  Pengikatan kaki kiri depan dan belakang
Agar ternak tidak memberontak saat disembelih, maka perlu untuk pengikatan ternak. Berikut adalah gambar cara pengikatan kaki ternak.


Gambar 2. Pengikatan kaki kiri depan dan belakang ternak dengan tali

2.                  Penyembelihan
Penyembelihan di Indonesia harus menggunakan metode Islam dengan mengucapkan lafadz Bismilahhirohmaniirohim.  Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syariah Islam. Penyembelihan dilakukan dengan memotong jalan nafas (hulqum), memutus jalan makanan (mari’), dan memuutus dua urat nadi (wadajain) lebih tepatnya vena jugularis dan arteri karotis. Berikut ini adalah gambar penyembelihan dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Penyembelihan sapi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemotongan sapi yaitu:
a.                   Ternak tidak diperlakukan dengan kasar,
b.                  ternak tidak dalam keadaan stress,
c.                   penyembelihan dan pengeluaran darah dilakukan dengan cepat dan sempurna,
d.                  menghindari terjadinya kerusakan karkas,
e.                   cara pemotongan yang bersih, ekonomis, dan aman bagi pekerja.


3.      Pengulitan
Pengulitan dilakukan setelah dilakukan pemotongan kepala dan keempat bagian kaki bawah. Pengulitan di TPH Soni dilakukan dengan cara ternak direbahkan pada alat pendorong di lantai.  Sebelum dikuliti, ke empat kaki dan kepala sudah dipotong.  Berikut ini adalah proses pengulitan dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Pengulitan tubuh sapi.
Pengulitan diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut. Irisan selanjutnya sepanjang permukaan dalam kaki, dan kulit dipisahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh dan diakhiri dengan pemotongan ekor.
Kulit yang telah terlepas dari tubuh kemudian dipisahkan dari karkas dan dimasukkan ke dalam karung untuk dijual.

4.                  Pengeluaran isi rongga perut dan dada (eviserasi)
Tahapan pengeluaran isi rongga perut dan dada adalah:
a.                   Rongga dada dibuka dengan pisau tajam atau golok yang tajam melalui tengah tulang dada,
b.                  rongga perut dibuka dengan membuat sayatan sepanjang ventral tengah abdominal,
c.                   penis dan lemak abdominal dipisahkan,
d.                  bonggol pelvis dan pisahkan kedua tulang pelvis dibelah,
e.                   membuat irisan sekitar anus dan tutup dengan kantung plastik,
f.                   memisahkan eshopagus dari trakea,
g.                  mengeluarkan organ perut yang terdiri dari rumen, retikulum, abomasum, dan omasum dari lambung serta hati dan empedu,
h.                  diafragma dibuka dan organ dada yang terdiri dari jantung, paru-paru dan trakea dikeluarkan.
Isi rongga perut dan dada ini dipisahkan dengan karkas. Apabila karkas kontak langsung atau tercampur dengan isi rongga perut dan dada dikhawatirkan dapat terkontaminasi bakteri dari isi rongga perut sehingga dapat menurunkan kualitas karkas.  Berikut ini adalah proses pengeluaran isi rongga perut dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Pengeluaran isi rongga perut.
5.                  Pembelahan
Pembelahan dilakukan dengan cara membagi karkas dibagi menjadi dua bagian sebelah kanan dan sebelah kiri dengan menggunakan golok tajam tepat pada garis tengah punggung.  Karkas dirapikan dengan melakukan pemotongan pada bagian-bagian yang kurang bermanfaat.  Pemotongan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa jaringan kulit, bekas memar, rambut, dan sisa kotoran yang ada.
Setelah pembelahan, adanya proses pemisahan karkas dengan tulang.  Berikut ini adalah proses pemisahan karkas dengan tulang tersaji pada gambar 6
Gambar 6. Proses pemisahan karkas dengan tulang

Lokasi
Letak RPH ini masih belum cukup baik karena RPH ini dibangun di kawasan pemukiman penduduk dan terletak di daerah yang lebih tinggi dari pemukiman penduduk. Kondisi seperti itu kurang baik karena dapat menggangu kenyamanan masyarakat sekitar. Selain itu, jika suatu saat RPH tersebut ingin melakukan pengembangan hal tersebut akan sulit dilakukan karena berada pada lahan yang padat penduduk.  
Sarana dan Prasarana
Sarana di RPH ini cukup baik, hal tersebut dilihat dari akses jalan yang sangat mudah ditempuh oleh kendaraan apapun sehingga mempermudah pengagkutan. Ketersediaan air juga memadai.

Bangunan Dan Tata Letak
Bangunan di RPH ini terdiri dari bangunan utama yang terdiri dari ruang  pemotongan (sekaligus tempat pengulitan, pengeluaran jeroan, penanganan jeroan, dan tempat pemisahan daging dari tulang.
Selain itu juga dilengkapi dengan kandang penampungan sementara yang dilengkapi dengan gangway. Namun di RPH ini tidak terdapat kandang isolasi atau kandang karantina.
Konstruksi bangunan di ruang produksi pada RPH ini sudah memenuhi persyaratan, yaitu lantainya rata (tetapi agak licin), datar, mudah dibersihkan, memiliki saluran pembuangan yang lancar dan dibuat landai; dinding berwarna terang, keras, tidak kedap air, dan tidak mudah korosif; begitu juga dengan langit-langitnya.
Di RPH juga tidak ada pembagian yang jelas antara ruang bersih dan ruang kotornya.
Peralatan
Peralatan yang digunakan di RPH ini masih cukup sederhana bahkan masih tradisonal, tetapi telah memenuhi persyataan bahwa perlengkapan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan, didesinfektan serta mudah dirawat.
Peralatan yang digunakan pada TPH Soni adalah golok dan pisau yang tajam, troli, ember/bak, penggantung karkas.
Hygiene Karyawan dan Perusahaan
Pembagian tugas kerja di RPH ini juga kurang diperhatikan, pekerja di daerah bersih dan daerak kotor menjadi satu.
Untuk mencegah kontaminasi yang terbawa oleh para pekerja sebaiknya RPH dilengkapi dengan tempat istirahat, kantin, loker dan ruang ganti pakaian serta dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja. Namun di RPH ini hal tersebut tidak diperhatikan. Sanitasi untuk karyawan di RPH ini juga tidak dilakukan sehingga daging bisa saja terkontaminasi oleh bakteri.
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Di RPH ini tidak dilakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem sehingga daging yang dihasilkan belum tentu daging yang ASUH. 
Proses Pemotongan
Proses pemotongan sapi dimulai dengan penggiringan sapi ke tempat pemotongan, pengikatan kaki kiri depan dan belakang, perebahan sapi di lantai, penyembelihan sapi, pengulitan tubuh sapi, pengeluaran isi rongga perut dan dada, pembelahan karkas,.
Yang menjadi perhatian yaitu pada saat pengulitan.  Proses ini sebagian besar dilakukan di lantai sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi sangat besar.


       V.            KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah
1.         1.         Teknik pemotongan sapi yang meliputi proses penggiringan sapi ke tempat pemotongan, pengikatan kaki kiri depan dan belakang dengan tali, perebahan sapi di lantai pemotongan, penyembelihan sapi, pengulitan, pengeluaran isi rongga perut dan dada, pembelahan karkas, dan deboning.
2.         2.         Lokasi RPH ini masih kurang layak karena terletak di kawasan padat penduduk dan tata letaknya masih kurang memenuhi standar karena tidak ada pembatas yang jelas antara daerah bersih dan daerah kotor .
3.         Pemotongan masih dilakukan secara tradisonal dengan menggunakan peralatan yang sederhana.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


PEMERIKSAAN KEADAAN SUSU DAN BERAT JENIS
(Laporan Praktikum Produksi Ternak Perah)


Oleh:

Kelompok II
Agung Dwi Saputro    1014061002
Amrina Rosida            1014061022
Dewi Wijayanti           1014061028
Janu Firdaus                1014061043
Rahmat Iswarno          1014061055


LABORATORIUM PRODUKSI DAN REPRODUKSI TERNAK
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012





KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah laporan praktikum ini dapat terselesaikan.

Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dan tujuan praktikum mata kuliah Produksi Ternak Perah. Laporan ini berisi tentang hasil kegiatan praktikum tentang “ Pemeriksaan Keadaan Susu dan Berat Jenis “.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.                  Ir. Arif Qisthon, M. Si., selaku Dosen PJ mata kuliah Produksi Ternak Perah;
2.                  Veronica Wanniatie, S. Pt, M. Si., selaku dosen mata kuliah Produksi Ternak Perah;
3.                  Dr. Ir. Farida Fathul, M. Sc., selaku dosen mata kuliah Produksi Ternak Perah.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.


Bandar Lampung,     Mei 2012


Penulis




I.                   PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Pengertian atau batasan umum dari istilah “susu” adalah cairan berwarna putih, yang diperoleh dari pemerahan sapi atau hewan yang sedang laktasi lainnya, yang dapat digunakan sebagai pangan yang sehat serta tanpa dikurangi atau ditambah komponen – komponennya.
Didalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang meminum air susu yang belum diolah. Hal ini disebabkan karena tidak terbiasa mencium aroma susu segar (mentah), atau sama sekali tidak suka air susu dan sebagian lagi karena menganggap harga air susu mahal dibandingkan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dengan adanya teknologi pengolahan/pengawetan bahan makanan, maka hal tersebut diatas dapat diatasi, sehingga air susu beraroma enak dan disukai orang.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian pemeriksaan susu tersebut meliputi keadaan susu dan susunan susu. Pemeriksan susu mencangkup uji bau, warna, dan rasa; uji kebersihan susu, uji masak/didih, uji alkohol, dan uji derajat keasaman. Untuk pemeriksaan kualitas susunan atau komposisi susu yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan berat jenis.

B.                Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini adalah praktikan dapat memahami dan mampu memeriksa susu baik di lapangan maupun di laboratorium. Pemeriksaan susu tersebut meliputi keadaan susu dan susunan susu. Pemeriksan susu mencangkup uji bau, warna, dan rasa; uji kebersihan susu, uji masak/didih, uji alkohol, dan uji derajat keasaman. Untuk pemeriksaan kualitas susunan atau komposisi susu yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan berat jenis.


II.                   TINJAUAN PUSTAKA

1.            Susu

Susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, dimana susu merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran. Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang mamalia. Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu.

Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) susu segar No. 01-3141-1998 dijelaskan bahwa susu segar adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses penanganan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Sebagai bahan pangan, susu dapat dapat digunakan dalam baik dalam bentuk aslinya sebagai suatu kesatuan, maupun dari bagian-bagiannya. Pada dasarnya semua jenis mamalia termasuk manusia, mampu menghasilkan kelenjar susu melalui kelenjar mammary. Secara umum, susu mamalia dapat dikelompokkan manjadi 2 bagian, yaitu susu kaya dan susu miskin. Susu kaya adalah susu yang mengandung kadar lemak dan protein yang tinggi, misalnya susu ikan paus, susu kelinci dan susu anjing laut. Sedangkan susu miskin adalah susu yang mengandung kadar lemak dan protein yang relative lebih rendah, misalnya susu sapi, kambing, domba, kuda, kerbau dan manusia. Perbedaan komposisi ini menunjukkan adanya perbedaan tahap perkembangan anak pada waktu kelahiran. Meskipun banyak jenis hewan yang dapat menghasilkan susu namun hanya beberapa hewan saja yang susunya dimanfaatkan untuk konsumsi manusia, yaitu sapi, kambing dan domba (Tien, 1992).

2.                  Syarat mutu susu
Syarat mutu susu menurut SNI 01-3141-1998 adalah:
a.                   Uji warna
Warna susu segar berkisar dari putih kebiruan sampai kuning keemasan bergantung jenis hewan, pakan, dan jumlah lemak/ padatan dalam susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque). Dalam bentuk lapisan tipis, susu tampak sedikit transparan. Susu dengan kadar lemak rendah atau susu yang sudah dipisahkan lemaknya berwarna kebiru – biruan. Warna putih susu lemak, kalsium kaseinat, dan koloid fosfat.
Karoten (pro - vitamin A) adalah pigmen yang menyebabkan warna kekuningan pada susu yang berasal dari jennis pakan yang diberiakan. Ketajaman warna karoten tergantung dari jumlah pigmen dalam darah yang disekresi bersama – sama susu. Karoten yang terdapat dalam susu, secara identik dengan yang terdapat pada warna tanaman. Warna kuning susu ini sangat dipengaruhi oleh pakan yang berikan pada ternak  itu sendiri. Pakan yang tinggi kadar  karoten, misalnya wortel dan hijaun menyebabkan warna susu lebih kuning daripada pakan jagung putih atau oats yang berkadar karoten rendah. Pigmen lain yang terdapat dalam susu adalah riboflavin. Pigmen ini terlarut dalam susu tetapi hanya tampak pada bagian whey dan menyebabkan warna kehijauan. Dalam susu normal, warna riboflavin tertutup oleh komponen lain (Rachmawan, 2001).
b.                  Uji bau dan rasa
Bau/ aroma/ flavour susu segar adalah khas bau susu, karena adanya kandungan asam volatile dan lemak dalam susu. Selain itu, kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan klorida yang rendah diduga menyebabkan susu berbaru seperti garam. Penyimpangan bau susu sepeeti bau asam, bau kotoran, bau pakan, dan bau obat – obatan dapat timbul karena penanganan yang kurang baik. Oleh karena itu, setelah diperah susu dalam ember harus segera dibawa ke kamar susu agar tidak terkontaminasi oleh bau – bau disekitar kandang. Susu mudah menyerap bau – bauan dari sekelilingnya. Hal ini diakibatkan oleh sifat lemak dalam susu, yaitu oil in water type, terutama flavor yang tajan dan menyimpang.
Susu segar yang normal berasa agak manis karena mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa susu berhubungan dengan keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar klorida.
Susu dengan kandungan laktosa rendah tetapi kadar kloridanya tinggi menyebabkan rasa susu menjadi asin. Susu sapi yang dihasilkan pada akhir masa laktasi biasanya terasa asin.
Rasa dan aroma susu dapat menyimpang dari seharusnya dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
1.                  Ganguan fisik ternak
Dalam hal ini, bahan – bahan yang menyebabkan rasa dan aroma susu menyimpang, dsekresi oleh ternak bersama – sama dengan susu.
2.                  Bahan yang mempunyai aroma kuat, misalnay bawang termakan oleh ternak yang sedang laktasi. Cita rasa dan aroma bahan yang diserap oleh darah dan disekresi dalam susu.
3.                  Absorbsi aroma oleh susu dari lingkungan.
4.                  Dekomposisi komponen susu oleh bakteri dan mikroba lain, misalnya:
Bau busuk berarti terkena mastitis.
Bau masam berarti susu telah membusuk.
Bau silage, bau lobak, dan lain – lain berarti susu telah tercemar bau makanan yang dimakan sapi.
Rasa asam berarti ada kuman asam dalam susu.
Rasa pahit berarti ada kuman pembentuk pepton dalam susu.
Rasa lobak berarti ada kuman E. coli.
Rasa sabun berarti ada kuman laktis.
5.                  Adanya bahan lain yang mengkontaminasi susu.
6.                  Terjadinya perubahan aroma dan rasa karena reaksi kimia.
Susu yang ditempatkan pada wadah terbuka di dalam kandang, dapat menyerap aroma yang tidak dikehendaki. Demikian juga susu disimpan pada tempat yang dekat dengan bahan pangan yang mempunyai aroma kuat. Adanya bahan asing dalam susu tidak layak untuk dikonsumsi, misalnya adanya aerosol obat serangga dalam susu dapat menyebabkan susu karena penggunaanya untuk mengusir lalat dalam kandang. Beberapa logam seperti besi dan tembaga dapat menyebabkan citarasa metalik atau mengkatalis perubahan cita rasa yang lain. Beberapa reaksi kimia dapat menimbulkan penyimpangan rasa dan aroma misalnya cita rasa teroksidasi (Rachmawan, 2001).
c.                   Uji penampakan
Adanya kotoran dalam susu sangat tidak dikehendaki dan merupakan indikator penanganan yang tidak baik (sanitasi buruk). Kotoran yang dapat dilihat oleh mata antara lain berupa bulu sapi, rambut, sisa – sisa makanan, bagian feses, dan lain – lain. Hal tersebut perlu dihilangkan dengan cara penyaringan atau filtrasi karena dapat menurunkan kualitas susu (Rachmawan, 2001).
d.                  Uji masak/ didih
Susu yang masih segar dan berkualitas baik tidak akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan (dipasteurisasi). Sebaliknya, susu yang kandungan asam laktatnya tinggi, sebagai hasil pemecahan laktosa oleh bakteri asam laktat, akan terkoagulasi apabila dipanaskan. Demikian pula pada koagulasi terjadi pada kolostrum dan susu yang berasal dari ambing yang terkena mastitis pada tingkatan tertentu (kadar garamnya meningkat). Susu yang masih dalam kualitas yang baik itu tidak terdapat gumpalan – gumpalan (bukan gelembung udara) pada susu. Sebaliknya, apabila terdapat gumpalan – gumpalan pada susu hal ini dapat disebabkan karena susu sudah asam (derajat keasaman tinggi) atau dikatakan susu sudah pecah, dan mastitis.
e.                   Uji alkohol
Uji alkohol merupakan uji paling sederhana yang bisa dilakukan dilapangan, yaitu untuk mengetahui kondisi susu dalam keadaan rusak atau tidak. Apabila terdapat gumpalan berarti susu tersebut sudah asam dan tidak baik untuk diolah atau untuk dikonsumsi. Hal tersebut dapat disebabkan karena susu mulai masam atau telah masam dan permulaan adanya mastitis.
f.                   Uji derajat keasaman (pH)
Susu segar mempunyai sifat amfoter dapat bersifat asam dan basa sekaligus. Keasaman pada susu terutama disebabkan oleh kandungan asam laktat yang berasal dari perombakan laktosa menjadi asam laktat oleh aktvitas bakteri.
Untuk menentukan kadar asam dalam susu digunakan cara titrasi dengan indikator PP . Hasil yang diperoleh dari titrasi tersebut dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
                        pH = banyaknya ml NaOH 0,25 N yang dipakai X 10
nilai kisaran pH tersebut 6 – 8.
g.                  Uji berat jenis susu
Berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dwngan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berdasarkan batasan ini, maka berat jenis tidak bersatuan. Berat jenis susu rata – rata 1,0320. Berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar padatan total dan bahan padatan tanpa lemak. Kadar padatan total susu diketahui jika diketahui berat jenis dan kadar lemaknya. Berat jenis susu biasanya ditentukan dengan menggunakan laktodensimeter atau laktometer. Lamtodensimeter adalah hidrometer dimana skalanya sudah disesuaikan dengan berat jenis susu. Prinsip kerja alat ini mengikuti hukum archimides yaitu jika suatu benda dicelupkan ke dalam suatu cairan, maka benda tersebut akan mendapat tekanan keatas sesuai dengan berat volume cairan yang dipindahkan( diisi). Jika laktometer dicelupkan dalam susu yang rendah berat jenisnya, maka laktometer akan tenggelam lebih dalam jika dibandingkan jika laktodensimeter tersebut dicelupkan ke dalam susu yang berat jenisnya tinggi. Berat jenis susu yang dipersyaratkan dalam SNI 01-3141-1998 adalah minimal 1,0280 sehingga dapat diketahui bahwa susu tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998.


III.                   METODE PRAKTIKUM

A.                Tempat dan Waktu
Hari                 : Senin
Tanggal           : 07 Mei 2012
Waktu             : Pukul 10.00 – 12.00 wib
Tempat            : Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak

B.                 Alat dan Bahan
Adapun alat – alat yang digunakan adalah:  tabung reaksi beserta rak tabung reaksi, penangas, spatula, pipet, erlenmeyer, buret, corong, kertas saring, tang penjepit, thermometer,  laktodensimeter, dan gelas ukur. Sedangkan bahan – bahan yang digunakan adalah susu, alkohol 70 %, phenolphthalein, dan larutan NaOH 0,25 N.
1.                 
C.                    Metode Kerja
C.1.     Uji warna
            Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1.                  Menuangkan susu ke dalam tabung reaksi. Setelah itu tabung reaksi tersebut diletakkan di depan kertas putih
2.                  Mengamati warna pada susu tersebut. Susu yang segar berwarna putih kekuningan. Apabila susu tersebut berwarna biru berarti susu tersebut sudah dicampur dengan air dan apabila berwarna merah berarti susu tersebut mengandung darah karena sapi terkena mastitis
C.2      Uji bau dan rasa
            Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1.                  Mengambil 10 ml susu dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi.
2.                  Setelah itu mendidihkan di atas penangas.
3.                  Selanjutnya dalam keadaan hangat diuji bau dengan cara menghirup susu tersebut.
4.                  Kemudian untuk uji rasa langsung dicicipi saja.
C.3.     Uji kenampakan susu
            Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1.                  Menghomogenkan susu terlebih dahulu dengan cara mengaduknya dengan spatula atau dengan menuangkan susu ke dalam wadah lain selama tiga kali.
2.                  Setelah itu, saring susu dengan kertas saring.
3.                  Selanjutnya mengamati kebersihan susu atau ada tidaknya benda asing/ kotoran yang menyangkut di kertas saring.
C.4.     Uji masak/didih
            Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1.                  Mengambil 10 ml susu dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi.
2.                  Setelah itu mendidihkan di atas penangas.
3.                  Selanjutnya dilihat ada tidaknya gumpalan pada susu.
C.5.     Uji alkohol
            Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1.                  Mengambil susu sebanya 5 cc, kemudian masukkan kedalam tabung reaksi, lalu tambahkan alkohol 70 % sebanyak 10 cc.
2.                  Setelah itu kocok pelan – pelan.
3.                  Selanjutnya, amati ada tidaknya gumpalan – gumpalan pada susu. Apabila ada gumpalan, maka susu tersebut tidak baik untuk diolah atau di konsumsi.
C.6.     Uji derajat keasaman
            Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1.                  Memasukkan susu ke dalam erlenmeyer sebayak 10 ml.
2.                  Setelah itu menambahkan 3 tetes phenolphthalein.
3.                  Selanjutnya titrasi dengan NaOH 0,25 N.
4.                  Menghentikan titrasi apabila susu sudah berwarna merah muda.
C.7.     Uji berat jenis susu
              Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
1.                  Menuangkan 500 cc susu ke dalam gelas ukur, kemudisn mencelupkan laktodensimeter ke dalam susu.
2.                  Menunggu sampai laktodensimeter diam.
3.                  Baca dan catat skala beserta suhunya.
4.                  Setelah itu mengambil laktodensimeter dan membersihkannya.
5.                  Selanjutnya menghitung berat jenis susu dengan rumus sebagai berikut:

IV.                   HASIL DAN PEMBAHASAN

A.                Hasil
Sampel
Uji  Warna
 Uji Bau
Uji Rasa
Uji Didih/ Masak
Susu sapi
Putih Kekuningan
Khas Susu
Sedikit Manis
Tidak Ada Gumpalan
Lanjutan...
Sampel
Uji Alkohol
Uji Kenampakan
Uji Berat Jenis 
Susu sapi
Tidak Ada Gumpalan
Tidak Ada Kotoran
1,0237

B.                 Pembahasan

a.                   Uji warna
Dalam praktikum yang telah dilaksanakan warna susu putih kekuningan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachmawan yang mengatakan bahwa karoten (pro - vitamin A) adalah pigmen yang menyebabkan warna kekuningan pada susu yang berasal dari jennis pakan yang diberiakan. Ketajaman warna karoten tergantung dari jumlah pigmen dalam darah yang disekresi bersama – sama susu. Karoten yang terdapat dalam susu, secara identik dengan yang terdapat pada warna tanaman. Warna kuning susu ini sangat dipengaruhi oleh pakan yang berikan pada ternak  itu sendiri. Pakan yang tinggi kadar  karoten, misalnya wortel dan hijaun menyebabkan warna susu lebih kuning daripada pakan jagung putih atau oats yang berkadar karoten rendah.

b.                  Uji bau dan rasa
Bau/ aroma/ flavour susu segar adalah khas bau susu, karena adanya kandungan asam volatile dan lemak dalam susu. Selain itu, kandungan laktosa yang tinggi 
dan kandungan klorida yang rendah diduga menyebabkan susu berbaru seperti garam. Penyimpangan bau susu sepeeti bau asam, bau kotoran, bau pakan, dan bau obat – obatan dapat timbul karena penanganan yang kurang baik.
Susu segar yang normal berasa agak manis karena mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa susu berhubungan dengan keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar klorida.
Susu dengan kandungan laktosa rendah tetapi kadar kloridanya tinggi menyebabkan rasa susu menjadi asin. Susu sapi yang dihasilkan pada akhir masa laktasi biasanya terasa asin.

c.                   Uji penampakan susu
Pada praktikum yang telah dilakukan susu dalam keadaan baik karena tidak terlihat berupa bulu sapi, rambut, sisa – sisa makanan, bagian feses, dan lain – lain.

d.                  Uji masak
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan susu tersebut tidak terdapat gumpalan. Hal ini berarti susu masih dalam keadaan segar dan berkualitas baik. Hal ini sesuai dengan pendapat tim Dosen yang mengtakan bahwa susu yang masih dalam kualitas yang baik itu tidak terdapat gumpalan – gumpalan (bukan gelembung udara) pada susu. Sebaliknya, apabila terdapat gumpalan – gumpalan pada susu hal ini dapat disebabkan karena susu sudah asam (derajat keasaman tinggi) atau dikatakan susu sudah pecah, dan mastitis.

e.                   Uji alkohol
Untuk hasil uji alkohol sama saja dengan hasil uji masak. Perbedaannya hanya terletak pada cara pengujiannya saja. Pada uji ini susu juga tidak mengalami penggumpalan. Hal ini berarti susu masih segar.

f.                   Uji derajat keasaman
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini pH susu adalah 8. Hal ini sama dengan pendapat milk codex yang mengatakan bahwa pH susu 6-8.

g.                   Uji berat jenis

Setelah dilakukan pengujian berat jenis susu, didapatkan hasil bahwa berat jenis susu 1,02088 g/v. Berat jenis susu yang dipersyaratkan dalam SNI 01-3141-1998 adalah minimal 1,0280 sehingga dapat diketahui bahwa susu tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998. BJ yang lebih kecil disebabkan oleh: perubahan kondisi lemak dan adanya gas yang timbul didalam air susu. Selain itu juga disebabkan oleh karena susu umurnya sudah lama dan disimpan dalam freezer dalam keadaan terbuka sehingga uap air masuk ke dalam susu.

Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ air susu umumnya 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah.



V.                   KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu susu masih dalam keadaan segar dan berkualitas baik.















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS