PEMOTONGAN SAPI DI TEMPAT POTONG HEWAN
SONI JATIMULYO
(Tugas
Mata Kuliah Abatoir dan Teknik Pemotongan Hewan)
Oleh
Kelompok
2
Hadi Pramono 0714061042
Deni Rinaldi 0854061002
Dewi Wijayanti 1014061028
Sugioto 1014061060
JURUSAN
PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2012
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
RPH merupakan unit pelayanan
masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal, serta
berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan pemotongan hewan secara benar,
(sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan
dan syariah agama), pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem
inspection) dan pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection)
untuk mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia, pemantauan dan survei
penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan
pemeriksaan post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan.
Berdasarkan hal diatas, untuk
menghasilkan daging yang ASUH diperlukan lokasi RPH yang memenuhi standar
menurut Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 13/Permentan/Ot.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum
ini adalah mahasiswa
mengetahui cara pemotongan sapi dengan baik.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat ternak yang akan dipotong adalah kondisi ternak
harus dalam keadaan sehat dan segar,untuk itu setelah ternak tiba di rumah
potong perlu diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali
segar.
Hal yang perlu diperhatikan pada tempat penampungan untuk
istirahat ternak di rumah potong, kadang – kadang sumber kontaminasi pathogen
(penyebab penyakit), karena ada kemungkinan ternak yang pernah datangberasal
dari suatu daerah, sedang ada dalam keadaan infeksi subklinis dan hal ini akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas daging.
Oleh karena itu, kebersihan dan konstruksi tempat penampungan perlu
dibuat dengan baik.
Lantai tempat penampungan ternakharus dibuat sedemikian
rupa sehingga mudah dibersihkan, karena jika diantara ternak yang sehat
terdapat ternak yang menderita sakit Salmonelosis,
maka besar kemungkinan akan terjadi penularan yang cepat yang dapat menimbulkan
resiko dimana dalam RPH timbul pencemaran.
Kandang untuk peristirahatan ternakharus cukup luas serta
menyenangkan bagi ternaknya dan lebih baik lagi bila kandang disekat – sekat
menjadi unit – unit yang lebih kecil, guna mencegah gerombolan yang terlalu
banyak. Jalan menuju ruang penyembelihan
harus mudah dan apabila yang akan dipotong itu adalah ternak besar yang
dipelihara di padang penggembalaan maka pada sisi lorong harus dipagari dengan
menggunakan tiang – tiang yang kuat.
Perlakuan yang kasar pada ternak sebelum dipotong akan
menyebabkan memar pada daging sehingga akan menurunkan kualitas dari pada
karkas. Oleh karena itu, untuk mengurang
penurunan kualitas karkas, stres lingkungan harus dihindari dan ternak harus
diperhatikan dengan baik.
Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang
Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya menyebutkan
bahwa:
Pasal
7
1)
Penyembelihan dapat
dilakukan dengan pemingsanan atau tanpa pemingsanan terlebih dahulu;
2)
Menyembelih hewan
potong dilakukan oleh juru sembelih Islam menurut tata cara yang sesuai dengan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia antara lain:
a)
memutus jalan nafas
(hulqum);
b)
memutus jalan makanan
(mari’);
c)
memutus dua urat nadi
(wadajain);
d)
membaca Basmalah
sebelumnya.
3)
Apabila hewan potong
sebelumnya disembelih dipingsankan terlebih dahulu maka pemingsanannya
dilakukan sesua dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Setelah
hewan potong yang disembelih tidka bergerak dan darahnya berhenti mengalir,
dilakukan penyelesaian penyembelihan sebagai berikut:
a.
kepala sampai batas
tulang leher I dan kaku mulai dari tarsus/karpus dipisahkan dari badan;
b.
hewan digantung;
c.
dikuliti;
d.
isi perut dan dada
dikeluarkan; dan
e.
karkas dibelah
memanjang dengan ujung leher masih terpaut.
Pasal
17
Terhadap
daging yang diedarkan tidak boleh ditambahkan bahan atau zat yang dapat
mengubah warna aslinya.
Pasal
18
1)
Dalam penanganan daging
harus dicegah kontak antara daging tersebut dengan lantai dan dijaga agar
daging tidak terkontaminasi;
2)
Apabila diperlukan
membagi karkas menjadi 4 bagian atau kurang, maka pembagian tersebut harus
dilakukan dalam keadaan tergantung dan apabila diperlukan pemotongan lebih
lanjut harus disediakan meja khusus untuk itu;
3)
Daging dalam bentuk
tanpa tulang harus didinginkan sampai suhu 10°C atau kurang, atau dibekukan
sampai suhu -15°C dan harus dibungkus atau dikemas dengan baik.
Pasal
19
1)
Dalam pemindahan
karkas, isi rongga perut dan dada dari rumah pemotongan hewan atau tempat
pemotongan hewan ke alat pengangkutan dan dari alat pengangkutan ke tempat
penyimpanan atau tempat penjualan daging harus dihindarkan adanya kontaminasi;
2)
Daging yang sudah
dilayukan dapat diangkut dalam bentuk karkas atau daging tanpa tulang;
3)
Dalam pengangkutan
karkas atau bagian karkas harus tetap dalam keadaan tergantung dan terpisah
dari isi rongga perut dan dada serta bagian hewan potong lainnya;
4)
Selama dalam
pengangkutan tidak diperkenankan seorangpun berada di ruang daging dari
kendaraan pengangkut daging.
(Menteri
Pertanian, 1992)
Persyaratan
Rumah Potong Hewan (menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor
13/Permentan/Ot.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia
Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).
Persyaratan
Teknis RPH
Pasal
4
RPH merupakan unit pelayanan
masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal, serta
berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan:
a. pemotongan hewan secara
benar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan
hewan dan syariah agama);
b. pemeriksaan
kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection) dan
pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah
penularan penyakit zoonotik ke manusia;
c. pemantauan dan surveilans
penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan
pemeriksaan post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan.
Pasal
5
(1) Untuk mendirikan rumah
potong wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan peraturan perundangan.
(3) Persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. lokasi;
b. sarana pendukung;
c. konstruksi dasar dan
disain bangunan;
d. peralatan.
Pasal
6
(1) Lokasi RPH harus sesuai
dengan dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) dan Rencana Detil Tata
Ruang Daerah (RDTRD) atau daerah yang diperuntukkan sebagai area agribisnis.
(2) Lokasi RPH harus memenuhi
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. tidak berada di daerah
rawan banjir, tercemar asap, bau, debu dan kontaminan lainnya;
b. tidak menimbulkan gangguan dan
pencemaran lingkungan;
c. letaknya lebih rendah dari pemukiman;
d. mempunyai akses air
bersih yang cukup untuk pelaksanaan pemotongan hewan dan kegiatan pembersihan
serta desinfeksi;
e. tidak berada dekat
industri logam dan kimia; f.mempunyai lahan yang cukup untuk pengembangan RPH;
g. terpisah secara fisik
dari lokasi kompleks RPH Babi atau dibatasi dengan pagar tembok dengan tinggi
minimal 3 (tiga) meter untuk mencegah lalu lintas orang, alat dan produk antar
rumah potong.
Persyaratan
Sarana Pendukung
Pasal
7
RPH harus dilengkapi dengan
sarana/prasarana pendukung paling kurang meliputi:
a.
akses jalan yang baik menuju RPH yang dapat
dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan kendaraan daging;
b. sumber air yang memenuhi
persyaratan baku mutu air bersih dalam jumlah cukup, paling kurang 1.000
liter/ekor/hari;
c. sumber tenaga listrik
yang cukup dan tersedia terus menerus; d.fasilitas penanganan limbah padat dan
cair.
Persyaratan
Tata Letak, Disain, dan Konstruksi
Pasal
8
(1) Kompleks RPH harus
dipagar, dan harus memiliki pintu yang terpisah untuk masuknya hewan potong
dengan keluarnya karkas, dan daging
(2) Bangunan
dan tata letak dalam kompleks RPH paling kurang meliputi:
a. bangunan utama;
b. area penurunan hewan (unloading)
sapi dan kandang penampungan/kandang istirahat hewan;
c. kandang penampungan khusus ternak
ruminansia betina produktif;
d. kandang isolasi;
e. ruang pelayuan berpendingin (chilling
room);
f. area pemuatan (loading)
karkas/daging;
g. kantor administrasi dan kantor Dokter
Hewan;
h. kantin dan mushola;
i. ruang istirahat karyawan
dan tempat penyimpanan barang pribadi (locker)/ruang ganti pakaian;
j. kamar mandi dan WC;
k. fasilitas pemusnahan
bangkai dan/atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan atau insinerator;
l. sarana penanganan limbah; m.rumah
jaga.
(3) Dalam kompleks RPH yang
menghasilkan produk akhir daging segar dingin (chilled) atau beku (frozen)
harus dilengkapi dengan:
a. ruang pelepasan daging (deboning
room) dan pemotongan daging (cutting room);
b. ruang pengemasan daging (wrapping
and packing);
c. fasilitas chiller;
d. fasilitas freezer dan blast
freezer;
e. gudang dingin (cold storage).
(4) RPH
berorientasi ekspor dilengkapi dengan laboratorium sederhana.
Pasal
9
(1) Bangunan utama RPH
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a harus memiliki daerah kotor
yang terpisah secara fisik dari daerah bersih.
(2) Daerah
kotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. area pemingsanan atau
perebahan hewan, area pemotongan dan area pengeluaran darah;
b. area penyelesaian proses
penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki sampai metatarsus dan metakarpus,
pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi perut);
c. ruang untuk jeroan hijau;
d. ruang untuk jeroan merah;
e. ruang untuk kepala dan kaki;
f. ruang untuk kulit; dan
g. pengeluaran (loading) jeroan.
(3) Daerah bersih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi area untuk:
a. pemeriksaan post-mortem;
b. penimbangan karkas;
c. pengeluaran (loading)
karkas/daging.
IV.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
TPH
Soni adalah milik Haji Soni yang berlamatkan di Jati Mulyo. Lokasi TPH Soni
tidak terlalu jauh dengan akses jalan sehingga memudahkan dalam pemasaran
karkas. Jumlah karyawan 5 orang
sebagai penyembelih sapi yang dagingnya dimanfaatkan sebagai bakso Soni dan
sebagian dijual.
Peralatan
yang digunakan pada TPH Soni adalah golok dan pisau yang tajam, adanya pengerek
tubuh sapi yang telah dikuliti, ember/bak sebagai tempat pemisah antara
jerohan, kaki, dan karkas.
Jumlah ternak yang dipotong setiap kali pemotongan yaitu
4—6 ekor. Pemotongan tersebut dilakukan
dua hari sekali. Ternak
yang dipotong berjenis kelamin jantan .
Proses
pemotongan sapi:
B.
Pembahasan
Syarat ternak yang akan dipotong adalah kondisi ternak
harus dalam keadaan sehat dan segar,untuk itu setelah ternak tiba di rumah
potong perlu diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali
segar.
Hal yang perlu diperhatikan pada tempat penampungan untuk
istirahat ternak di rumah potong, kadang – kadang sumber kontaminasi pathogen
(penyebab penyakit), karena ada kemungkinan ternak yang pernah datangberasal
dari suatu daerah, sedang ada dalam keadaan infeksi subklinis dan hal ini akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas daging.
Oleh karena itu, kebersihan dan konstruksi tempat penampungan perlu
dibuat dengan baik. Berikut ini adalah tempat penampungan atau peristirahatan
ternak
Gambar 1. Tempat
peristirahatan/penampungan ternak sebelum dipotong
Proses
pemotongan sapi dimulai dengan penggiringan
sapi ke tempat pemotongan, pengikatan kaki
kiri depan dan belakang, perebahan sapi di
lantai, penyembelihan sapi, pengulitan tubuh sapi, pengeluaran isi rongga perut
dan dada, pembelahan karkas, dan deboning.
1.
Pengikatan kaki kiri depan dan belakang
Agar ternak
tidak memberontak saat disembelih, maka perlu untuk pengikatan ternak. Berikut
adalah gambar cara pengikatan kaki ternak.
Gambar
2. Pengikatan kaki kiri depan dan
belakang ternak dengan tali
2.
Penyembelihan
Penyembelihan di
Indonesia harus menggunakan metode Islam dengan mengucapkan lafadz Bismilahhirohmaniirohim. Hewan
yang disembelih harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh
syariah Islam. Penyembelihan dilakukan dengan memotong jalan nafas (hulqum), memutus jalan makanan (mari’), dan memuutus dua urat nadi (wadajain) lebih tepatnya vena jugularis dan arteri karotis.
Berikut ini adalah gambar penyembelihan
dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Penyembelihan sapi.
Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemotongan sapi yaitu:
a.
Ternak
tidak diperlakukan dengan kasar,
b.
ternak tidak dalam
keadaan stress,
c.
penyembelihan dan
pengeluaran darah dilakukan dengan cepat dan sempurna,
d.
menghindari terjadinya
kerusakan karkas,
e.
cara pemotongan yang
bersih, ekonomis, dan aman bagi pekerja.
3. Pengulitan
Pengulitan
dilakukan setelah dilakukan pemotongan kepala dan keempat bagian kaki bawah.
Pengulitan di TPH Soni dilakukan dengan cara ternak direbahkan pada alat
pendorong di lantai. Sebelum dikuliti, ke empat kaki dan kepala
sudah dipotong. Berikut ini adalah proses
pengulitan dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar
4. Pengulitan tubuh sapi.
Pengulitan
diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada
dan bagian perut. Irisan selanjutnya sepanjang permukaan dalam kaki, dan kulit
dipisahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh dan diakhiri dengan
pemotongan ekor.
Kulit yang telah
terlepas dari tubuh kemudian dipisahkan dari karkas dan dimasukkan ke dalam
karung untuk dijual.
4.
Pengeluaran isi rongga
perut dan dada (eviserasi)
Tahapan
pengeluaran isi rongga perut dan dada adalah:
a.
Rongga dada dibuka
dengan pisau tajam atau golok yang tajam melalui tengah tulang dada,
b.
rongga
perut dibuka dengan membuat sayatan sepanjang ventral tengah abdominal,
c.
penis dan lemak
abdominal dipisahkan,
d.
bonggol pelvis dan
pisahkan kedua tulang pelvis dibelah,
e.
membuat irisan sekitar
anus dan tutup dengan kantung plastik,
f.
memisahkan eshopagus dari trakea,
g.
mengeluarkan organ perut
yang terdiri dari rumen, retikulum,
abomasum, dan omasum dari lambung serta hati dan empedu,
h.
diafragma dibuka dan
organ dada yang terdiri dari jantung, paru-paru dan trakea dikeluarkan.
Isi rongga perut
dan dada ini dipisahkan dengan karkas. Apabila karkas kontak langsung atau
tercampur dengan isi rongga perut dan dada dikhawatirkan dapat terkontaminasi bakteri
dari isi rongga perut sehingga dapat menurunkan kualitas karkas. Berikut
ini adalah proses pengeluaran isi rongga perut dapat
dilihat pada gambar 5.
Gambar
5. Pengeluaran isi rongga perut.
5.
Pembelahan
Pembelahan
dilakukan dengan cara membagi karkas dibagi menjadi dua bagian sebelah kanan
dan sebelah kiri dengan menggunakan golok tajam tepat pada garis tengah
punggung. Karkas dirapikan dengan
melakukan pemotongan pada bagian-bagian yang kurang bermanfaat. Pemotongan
dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa jaringan kulit, bekas memar, rambut,
dan sisa kotoran yang ada.
Setelah
pembelahan, adanya proses pemisahan karkas dengan tulang. Berikut ini adalah proses
pemisahan karkas dengan tulang tersaji
pada gambar 6
Gambar 6. Proses
pemisahan karkas dengan tulang
Lokasi
Letak
RPH ini masih belum cukup baik karena RPH ini dibangun di kawasan pemukiman
penduduk dan terletak di daerah yang lebih tinggi dari pemukiman penduduk.
Kondisi seperti itu kurang baik karena dapat menggangu kenyamanan masyarakat
sekitar. Selain itu, jika suatu saat RPH tersebut ingin melakukan pengembangan
hal tersebut akan sulit dilakukan karena berada pada lahan yang padat penduduk.
Sarana
dan Prasarana
Sarana di RPH ini cukup baik, hal
tersebut dilihat dari akses jalan yang sangat mudah ditempuh oleh kendaraan
apapun sehingga mempermudah pengagkutan. Ketersediaan air juga memadai.
Bangunan Dan Tata Letak
Bangunan di RPH
ini terdiri dari bangunan utama yang terdiri dari ruang pemotongan (sekaligus tempat pengulitan,
pengeluaran jeroan, penanganan jeroan, dan
tempat pemisahan daging dari tulang.
Selain
itu juga dilengkapi dengan kandang penampungan
sementara yang dilengkapi dengan gangway. Namun di RPH ini tidak
terdapat kandang isolasi atau kandang karantina.
Konstruksi
bangunan di ruang produksi pada RPH ini sudah memenuhi persyaratan, yaitu
lantainya rata (tetapi agak licin),
datar, mudah dibersihkan,
memiliki saluran pembuangan yang lancar dan dibuat landai; dinding berwarna
terang, keras, tidak kedap air, dan tidak mudah korosif; begitu juga dengan
langit-langitnya.
Di RPH juga
tidak ada pembagian yang jelas antara ruang bersih dan ruang kotornya.
Peralatan
Peralatan yang
digunakan di RPH ini masih cukup sederhana bahkan masih tradisonal, tetapi
telah memenuhi persyataan bahwa perlengkapan harus terbuat dari bahan yang
tidak mudah korosif, mudah dibersihkan, didesinfektan serta mudah dirawat.
Peralatan yang
digunakan pada TPH Soni adalah golok dan pisau yang tajam, troli, ember/bak, penggantung karkas.
Hygiene
Karyawan dan Perusahaan
Pembagian tugas
kerja di RPH ini juga kurang diperhatikan, pekerja di daerah bersih dan daerak
kotor menjadi satu.
Untuk mencegah
kontaminasi yang terbawa oleh para pekerja sebaiknya RPH dilengkapi dengan
tempat istirahat, kantin, loker dan ruang ganti pakaian serta dilakukan
pemeriksaan kesehatan bagi pekerja. Namun di RPH ini hal tersebut tidak
diperhatikan. Sanitasi untuk karyawan di RPH ini juga tidak dilakukan sehingga daging bisa
saja terkontaminasi oleh bakteri.
Kesehatan
Masyarakat Veteriner
Di
RPH ini tidak dilakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem sehingga daging
yang dihasilkan belum tentu daging yang ASUH.
Proses
Pemotongan
Proses
pemotongan sapi dimulai dengan penggiringan
sapi ke tempat pemotongan, pengikatan kaki
kiri depan dan belakang, perebahan sapi di
lantai, penyembelihan sapi, pengulitan tubuh sapi, pengeluaran isi rongga perut
dan dada, pembelahan karkas,.
Yang
menjadi perhatian yaitu pada saat pengulitan. Proses ini sebagian besar dilakukan di lantai
sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi sangat besar.
V.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang
didapat dari praktikum ini adalah
1. 1. Teknik
pemotongan sapi yang meliputi proses penggiringan sapi ke tempat pemotongan,
pengikatan kaki kiri depan dan belakang
dengan tali, perebahan sapi di lantai pemotongan, penyembelihan sapi,
pengulitan, pengeluaran isi rongga perut dan dada, pembelahan karkas, dan deboning.
2. 2. Lokasi RPH ini masih
kurang layak karena terletak di kawasan padat penduduk dan tata letaknya masih
kurang memenuhi standar karena tidak ada pembatas yang jelas antara daerah
bersih dan daerah kotor .
3. Pemotongan masih
dilakukan secara tradisonal dengan menggunakan peralatan yang sederhana.
0 komentar:
Posting Komentar