PERKEMBANGAN PRENATAL PADA TERNAK
(Makalah Ilmu Reproduksi Ternak)

Oleh

               Rosaliya Imelda          1014061018
               Dewi Wijayanti           1014061028
               Febi Aditya                 1014061036
               Silvia Wulandari          1014061082



JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012



I.                   PENDAHULUAN


Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak protein dan abu pada karkas.

Terdapat tiga proses utama pertumbuhan, yaitu : (1) proses dasar pertumbuhan selular yang meliputi hiperplasia yaitu perbanyakan sel atau produksi sel-sel baru, hipertrofi, yaitu pembesaran sel dan akresi atau pertambahan material struktural nonselular (nonprotoplasmik) ; (2) diferensiasi sel-sel induk di dalam embrio menjadi ectoderm, mesoderm dan endoderm dan (3) kontrol pertumbuhan dan diferensiasi yang melibatkan banyak proses.

Istilah perkembangan selalu berkaitan dengan pertumbuhan. Perkembangan adalah progress yaitu kemajuan gradual kompleksitas yang lebih rendah menjadi kompleksitas yang lebih tinggi, dan ekspansi ukuran, atau perubahan bentuk atau komformasi tubuh, termasuk perubahan struktur tubuh, perubahan kemampuan dan komposisi.

Secara umum, periode pertumbuhan dan perkembangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) periode prenatal atau sebelum lahir dan (2) periode postnatal atau sesudah lahir. Pertumbuhan dan perkembangan prenatal dapat menjadi tiga periode,  yaitu periode ovum, embrio dan fetus. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang tahapan-tahapan perkembangan prenatal pada ternak.



II.                MATERI DAN PEMBAHASAN


A.                Periode Ovum

Pertumbuhan pada ternak umumnya diawali sejak terjadinya proses fertilisasi sampai dengan berkembangnya fetus di uterus. Hal ini sesuai dengan pendapat Giellespie (1998), bahwa zigot (sel telur dibuahi) mulai membelah mitotically dalam proses yang disebut dengan cleavage. 

Cleavage pertama akan akan menaghasilkan 2 sel embrio, diikuti dengan cleavage berikutnya menjadi 4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel dan seterusnya. Sewaktu embrio melintas dari oviduk ke uterus, sejumlah 16 – 32 sel terdapat di dalam zona pellusida. Struktur dengan jumlah sel yang sudah terlalu banyak untuk dihitung atau menjadi 16 sel disebut morula. Bentuk morula dalam lingkup berongga disebut blastula atau blastophere. Beberapa hari kemudian terdapat penggumpalan cairan di dalam ruang interseluler dan terbentuklah blastosit yaitu lapisan sel yang mengelilingi rongga yang berisi cairan (blastocoele).

Menjelang 10 hari periode cleavage zona pellusida pecah dan membuat blastosit dapat memanjang. Setalah periode cleavage proses pembelahan tetap terjadi tanpa disertai pertumbuhan. Diameter blastosit pada saat ini 1,5 mm (sapi) sedangkan pada domba 1 mm.

Lama perkembangan selama periode cleavage pada sapi 12 hari, kuda 12 hari, domba dan kambing 10 hari, babi 6 hari, kucing dan anjing 5 hari. Lama perkembangan ini tergantung pada spesies hewan. Produktivitas ternak mamalia sangat bergantung pada keberhasilan proses reproduksi.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Dziuk (1992); Manalu et al. 1999), bahwa kemampuan reproduksi ini sangat ditentukan oleh keberhasilan induk untuk menghasilkan anak yang sehat dan kuat pada saat penyapihan, sehingga periode hidup berikutnya lebih baik. Bobot anak ditentukan oleh pertumbuhan prenatal (selama dalam kandungan) yang merupakan akumulasi pertumbuhan sejak zigot berkembang menjadi embrio dan fetus sampai dilahirkan.

B.                 Periode Embrio

Pada periode ini terjadi proses pembentukan organ – organ di dalam tubuh embrio. Kejadian utama selama diferensiasi termasuk pembentukan lamina germinativa (germ layer), selaput ekstraembrionik, dan organ – organ tubuh. Pertumbuhan yang pesat terjadi selama diferensiasi.

a.                   lamina germinativa (germ layer)

Lamina germinativa (germ layer) terdiri dari endoderm, mesoderm, dan ektoderm. Endoderm merupakan lamina germinativa yang paling dalam. Endoderm ini membentuk dinding usus, kelenjar – kelenjarnya, vesika urinaria, atau lebih tepatnya pembentukan organ – organ dalam.

Mesoderm merupakan lamina germinativa yang tengah. Mesoderm ini membentuk jaringan ikat, sistem vaskuler, tulang, otot, serta cortex adrenal.

Ektoderm merupakan lamina germinativa yang paling luar. Ektoderm ini membentuk membentuk suatu tepian memanjang pada sumbu sentral cakram embrio pada permulaan perkembangan. Tepian memanjang ini, ektoderm neural, akhirnya membentuk medulla adrenal, otak, sistem tulang belakang, dan semua derivat sistem syaraf termasuk vesikula optika, neurohiphofisa, dan ganglia. Sel – sel ektodermal yang terletak lateral dari ektoderm neural membentuk adenohophofisa, kulit, beserta semua derivatnya termasuk kelenjar mammae dan kelenjar kulit lainnya, kuku, dan rambut.
b.                  Selaput ekstraembrionik

Selaput ini akan dimulai pembentukannya setelah lamina germinativa terbentuk. Terdapat 3 selaput ekstraembrionik, yaitu amnion, allantochorion, dan yolk sac. Amnion merupakan selaput ekstraembrionik dalam yang berfungsi membungkus embrio. Selain itu, amnion juga berisi cairan yang berfungsi untuk mengapungkan embrio, melindunginya, dan memungkinkan pertumbuhannya dengan bebas. Cairan ini akan terus mengapungkan dan melindungi fetus dari benturan mekanis selama kebuntingan.

Allantochorion ini terbentuk dari fusi chorion dan allantois. Allantois merupakan selaput vaskuler yang berhubungan dengan vesika urinaria dan berisi cairan yang kaya dnagn zat buangan. Membesarnya allantois mengakibatkan fusi dengan chorion sampai terbentuk allantochorion yang secara penuh mengelilingi amnion. Oksigen dan nutrien dari darah induk masuk lewat pertautan plasenta ke sirkulasi embrio untuk keperluan perkembangan embrio. Selain itu, zat – zat buangan seperti ammonia dan karbondioksida dialirkan dari peredaran darah masuk lewat pertautan plasenta ke peredaran darah induk untuk selanjutnay dieliminasi (dibuang).

Yolk sac (kantong kuning telur) yang berisi sumber nutrien awal untuk perkembangan embrio. Yolk sac ini berangsur – angsur akan berkurang, mengalami regresi, dan sebagian yolk sac terlipat masuk ke dalam tubuh embrio.

c.                   Pembentukan organ – organ

Pembentukan organ – organ ini terjadi setalah terbentuknya selaput ekstraembrionik. Pembentukan organ – organ ini berlangsung sejak minggu kedua sampai minggu keenam masa kebuntingan. Selama periode ini salurn pencernaan, paru – paru, hati, dan pankreas berkembang dari usus primitif, serta pembentukan sistem otot, kerangka, dan syaraf.

Pertumbuhan dan diferensiasi sel di dalam perkembangan embrio dikendalikan oleh DNA yang ditemukan di dalam kromosom. Terdapat peningkatan yang sangat sedikit pada bobot embrio selama perkembangan pada fase ini.











Jenis plasenta dapat bervariasi dari satu spesies hewan lain, tetapi fungsi umumnya adalah sama dalam semua kasus. Nutria dan sebagai lewatnya oksigen di membrane plasenta berguna untuk menyehatkan fetus, dan produk samping (limbah) dan karbondioksida kembali ke dam untuk dihilangkan.


C.                 Periode Foetus

Fase foetus pertumbuhan organ – organ primer tumbuh lebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Giellespie (1998), bahwa fase perkembangan foetus berlangsung dari akhir fase embrio sampai kelahiran (natal/lahir) dan pada periode ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan foetus yang cepat. Berat janin meningkat dengan cepat dan organ-organ mengembang sebagaimana mestinya sampai pada kelahiran ternak. Awal fase fetus, kepala jauh lebih besar daripada tubuh. Sistem syaraf pusat, ginjal, jantung dan hati berkembang pada awal fase foetus. System pencernaan, kerangka dan otor memiliki perkembangan yang paling besar selama bagian akhir dari fase feral.
Pertumbuhan otot awal ditandai dengan peningkatan ukuran serat otot (hipertropi), pertumbuhan otot kemudian berasal dari peningkatan jumlah serat otot (piperplasia) (Giellespie, 1998).

Sebagain besar ternak berkembang 60 – 70% dari berat lahir mereka selama fase pertumbuhan foetus. Peningkatan terbesar dalam bobot foetus terjadi selama kebuntingan (Giellespie, 1998). Konsentrasi progesteron dan estradiol selama kebuntingan berkorelasi positif dengan peningkatan berat uterus, bobot foetus dalam kandungan, dan bobot lahir anak (Manalu & Sumaryadi 1999; Mege et al. 2007).

Lingkungan biologi dan kimia uterus dan plasenta yang optimal untuk pertumbuhan embrio dan foetus diatur oleh suatu sistem endokrin yang kompleks, dimulai oleh kerja estradiol dan progesteron (Wheeler et al. 1987; Robinson et al. 1995).

Estradiol dan progesteron yang dihasilkan pada awal kebuntingan merupakan sinyal pembuka kunci bagi proses diferensiasi embrio dalam kandungan, yang mempunyai efek terhadap program pertumbuhan dan perkembangan prenatal dalam kandungan (Ashworth 1992; Mege et al. 2007), yang akhirnya permanen sebagai sifat yang diwarisi pada anak sampai periode berikutnya (dewasa) (Dziuk 1992; Gill et al. 1998).

Untuk menggalang petumbuhan foetus dan embrio dalam kandungan bisa dilakukan dengan melakukan superovulasi, tanpa menggunakan teknologi yang canggih dan mahal, yaitu dengan perangsangan sekresi endogen hormon kebuntingan (estradiol dan progesteron) melalui superovulasi.

Menurut Giellespie (1998) perkembangan embrio pada unggas tidak seperti mamalia, tidak ada hubungan fisik secara langsung antara embrio unggas dengan dengan induk. Embrio tumbuh setelah telur dikeluarkan dari tubuh induk. Blastoderm, atau disk germinal adalah lapisan sel-sel pada permukaan kuning telur. Semua telur mengandung blastoderm, tetapi hanya mereka yang dibuahi oleh sperma dan diinkubasi dibawah kondisi yang tepat berkembangnya embrio.

Cell devision di blastoderm dimulai sekitar tiga jam setelah pembuahan dan berlanjut sampai telur diletakkan. Setelah diletakkan, telur mendingin dan devisi sell di dalam blastoderm berhenti sampai telur diletakkan di dalam incubator. Penghentian sementara dari devisi sel tidak membahayakan embrio. Jika telur disimpan pada suhu diatas 80 ºF (27 ºC) setelah diletakkan dan sebelum diinkubasi, embrio akan tumbuh perlahan-lahan, menjadi lemah dan mati (Giellespie, 1998). Pertumbuhan prenatal ditentukan oleh lingkungan uterus dan plasenta tempat embrio dan foetus dipelihara atau dibesarkan sebelum dilahirkan (Anderson 1973; Ashworth 1992).

Pertumbuhan pada fase embrio sangat dipengaruhi oleh kesiapan endometrium uterus untuk menyediakan makanan dan senyawa kimia lain yang selanjutnya akan memandu perkembangan embrio (Ashworth 1991; Gandalfif et al. 1992). Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar uterus berada di bawah pengaturan hormon-hormon reproduksi yang dihasilkan oleh ovarium selama siklus birahi dan oleh korpus luteum serta uterus itu sendiri selama fase luteal siklus birahi (Wahab & Anderson 1989; Ashworth 1991; Manalu et al. 1998).


Pertumbuhan dan Perkembangan Faali Individu Baru Pra-Lahir

Pertumbuhan dan perkembangan individu baru selama kebuntingan merupakan hasil dari perbanyakan, pertumbuhan, perubahan susunan, serta fungsi sel.

a.                   Sistem syaraf

Kelenjar pituitari tersusun dari lobus anterior dan lobus posterior. Lobus anterior ini berasal dari ektoderm dan lobus posterior berasal dari jaringan syaraf .

b.                  Sistem sirkulasi

Sirkulasi darah foetus pada prinsipnya sama pada hewan dewasa, kecuali proses oksigenasinya yang terjadi di dalam plasenta dan tidak di dalam paru – paru.

c.                   Sistem urinaria

Sistem ini dibentuk dari jaringan mesoderm. Terdapat 2 alat ekskresi embrio, yaitu  pronephrose dan mesonephrose. Pronephrose mengalami degenerasi dan fungsinya diteruskan oleh mesonephrose yang bermuara pada kloaca. Perkembangan selanjutnya mesonephrose mengalami degenerasi, kemudian metanephrose berkembang sebagai penggantung duktus metanephrose. duktus ini menjadi ureter yang bermuara pada kandung kemih. Kandung kemih ini bersambung ke kaudal oleh uretra dengan ruang amnion dan ke kranial oleh urachus dengan ruang allantois.

d.                  Sistem reproduksi

Sistem ini terbentuk dari jaringan mesoderm. Selama periode embrio, pada hewan jantan dan betina mempunyai dua pasang saluran kelamin yang masuk klaoka, yaitu dari duktus mesonephrose dan duktus paramesonephrose. Bagian kranial paramesonephrose membentuk oviduct, sedangkan bagian kaudal membentuk uterus, servix, dan 2/3 kranial bagian vagina kranial. Sepertiga bagian kaudal dibentuk oleh evaginasi dari dinding urogenital. Himen kaudalnya dibentuk oleh lapisan epitel dari saluran vagina, sinus urogenital, dan suatu lapisan tipis mesoderm.

Pada hewan jantan paramesonephrose mengalami degenerasi, tetapi sebagian masih ada sebagai appendix testis dan uterus maskulinus. Pada periode foetus awal, tonjolan genital membentuk klitoris, lapisan genital membentuk vestibulum dan perbesaran genital membentuk labia vulva.

Selaput Foetus

Selaput ini berfungsi sebagai perlindungan foetus, sarana mendapatkan makanan dari induk, mengeluarkan zat buangan foetus, dan sintesis enzim maupun hormon tertentu. Selaput ini terdiri dari kantong kuning telur (yolk sac), amnion, allantois, chorion, dan chorioallantois.
a.                   Yolk sac
Yolk sac  ini berasal dari lapisan endoderm yang berkembang pada awal periode kebuntingan. Yolk sac dan blastosit melakukan fungsi plasenta sebelum terbentuknya amnion. Air susu uterus diabsorbsi oleh kantong ini sebagai zat makanan bagi embrio. Selain itu, yolk sac berfungsi sebagai pembungkus kuning telur sementara.
b.                  Amnion
Kantong ini terisi oleh cairan amnion yang mengapungkan foetus, sehingga berfungsi sebagai pelindung dan mencegah adhesi antara jaringan foetus dan selaput foetus, atau lebih tepatnya membungkus foetus dalam ruangan berisi cairan.

c.                   Allantois

Allantois merupakan membrane antara Chorion dan Amnion, berkembang dari bagian posterior saluran pencernaan embrio, yang terlibat didalam pembentukan tali pusar, dan juga dalam pemindahan limbah (kotoran) foetus. Selain itu, allantois bersama dengan chorion membentuk allantochorion.

d.                  Chorion

Chorin merupakan membrane terluar yang mempuyai kontak langsung dengan endometrium (selaput yang melapisi uterus) atau lebih tepatnya membungkus embrio dan selaput janin. Selain itu juga berhubungan dengan lapisan uterus membentuk plasenta.

e.                   Chorioallantois

Chorioallantois kaya dengan pembuluh darah dan berfungsi sebagai pertukaran gas, zat makanan, dan zat buangan antara sirkulasi darah induk dan foetus.

f.                   Plasenta

Secara anatomis, plasenta dibagi menjadi 4 tipe umum berdasarkan bentuknya, yaitu:

1.                  Plasenta diffusa

Biasanya terdapat pada kuda dan babi. Plasenta tipe ini biasanya seluruh permukaan chorioallantois dipenuhi celah villi dan mikrovilli yang masuk ke dalam kantong endometrium (plasenta induk).

2.                  Plasenta kotiledonaria

Terdapat pada ruminansia, termasuk sapi, kerbau, domba, dan kambing. Villi dan mikrovilli masuk ke dalam kantong endometrium.

3.                  Plasenta zonaria

Biasanya terdapat pada karnivora yaitu anjing dan kucing. Plasenta ini mempunyai ciri – ciri plasentanya berbentuk sabuk, berada di tengah kantong chorion dan mengelilingi lumen uterus oviduct.



4.                  Plasenta diskoidalis

Biasanya terdapat pada hewan primata dan rodentia.

Berdasarkan histologis, plasenta dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:

1.                  Plasenta epitheliochorialis

Plasenta ini biasanya terdapat pada sapi, kuda, babi, domba, dan kambing. Pada plasenta tipe ini diantara darah foetus dan darah induk terdapat 6 struktur, yaitu endothelium, jaringan ikat, epitel endometrium, chorion, mesenkim, dan endothelium foetus.

2.                  Plasenta endotheriochorialis

Plasenta tipe ini terdapat pada hewan karnivora. Darah foetus dan darah induk dipisahkan oleh endothel, khorion, mesenkim dan endothelium foetus.

3.                  Plasenta hemochorialis

Plasenta tipe ini biasanya terdapat pada manusia dan rodentia. Darah foetus dan darah induk dipisahkan oleh chorion, mesenkim, dan endothelium foetus.

4.                  Plasenta syndesmochorialis

Banyak yang mengatakan plasenta tipe ini tidak ada karena hanya berupa artefak pada pembuatan preparat histologi. Terdapat pada sapi, kuda, babi, domba, dan kambing. Diantara darah foetus dan darah induk terdapat endothelium, jaringan ikat, chorion, mesenkim, dan endothelium foetus.


Berdasarkan erat tidaknya hubungan plasentasi, plasenta dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:

1.                  Plasenta desiduata (pertautannya erat)

Tipe ini biasanya terdapat pada manusia, rodentia, anjing, dan kucing. Plasenta ini tersusun dari epithelium induk (endothelium), sub mukosa, dan sel – sel desidua.

2.                  Plasenta non-disiduata

Tipe ini biasanya terdapat pada sapi, kuda, kambing, babi, dan domba.

g.                  Tali pusat

Tali pusat ini berfungsi sebagai pembungkus pembuluh allantois dan sebagai saluran vaskuler induk foetus.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Prenatal

Perkembangan prenatal dipengaruhi oleh:

1.                  Hereditas

Ukuran foetus secara genetik ditentukan oleh komponen gennya sendiri dan komponen gen induk. Perbedaan – perbedaan jenis, bangsa, strain, dalam ukuran fetussebagian disebabkan oleh perbedaan kadar pembagian seluler.

2.                  Besar dan umur induk

Besar induk mempunyai korelsi positifdengan pertumbuhan prenatal, lebih besar lebih cepat. Misalnya seekor ternak betina bangsa kecil dikawinkan dengan pejantan bangsa besar, memiliki lingkungan maternal yang kecil sehingga harus membatasi besar foetus agar dapat lahir secara normal. Sebaliknya, apabila induk berasal dari bangsa besar, ia akan menghasilkan anak yang cukup besar pula

3.                  Nutrisi
Selama trimester pertama masa kebuntingan, pertumbuhan foetus nampaknya tidak tergantung pada nutrisi induk dan besar “litter”. Pada trimester akhir masa kebuntingan, terdapat perubahan – perubahan nyata pada berat fetus yang mencerminkan variasi faktor – faktor genetik, besar “litter”, status nutrisi, dan kesehatan induk. Kekurangan makanan pada domba pada periode ini menyebabkan produksi anak akan terhambat pertumbuhannya walaupun pada mulanya telah diberikan tingkatan makanan yang tinggi. Sebaliknya, apabila pemberian makanan kurang pada permulaan kebuntingan, tetapi cukup pada trimester terakhir, maka anak yang dihasilkan akan berukuran normal.

Induk yang diberi makanan banyak akan menghasilkan anak yang berada pada batas tertinggi potensi genetiknya. Salah satu pengaruh biokimiawi dari makanan induk yang kurang selama kebuntingan adalah pengurangan glikogen di dalam otot dan hati foetus. Secara normal persediaan ini ditimbun selama masa akhir kebuntingan dan dipergunakan sebagai sumber energi segera sesudah partus.

4.                  Jumlah anak perkelahiran

Semakin banyak jumlah anak perkelahiran, semakin berkurang kecepatan pertumbuhan individual prenatal karena kompetisi antara foetus di dalam uterus.

5.                  Ukuran plasenta

Gangguan pertumbuhan prenatal atas pengaruh plasenta dapat disebabkan oleh:
a.                   Ukuran plasenta
b.                  Kondisi yang mempengaruhi kandungan makanan di dalam darah induk atau pemberiaanya ke plasenta
c.                   Perkembangan yang kurang baik, kerusakan dan abnormalitas membran plasenta yang mempengaruhi pengangkutan yang melalui membran tersebut
d.                  Gangguan sirkulasi plasenta

6.                  Suhu udara luar

Suhu udara luar yng tinggi selama kebuntingan mempengaruhi besar foetus pada beberapa spesies. Domba bunting yang dikenakan stress panas akan menghambat pertumbuhan foetus, dan derajat penghambatan sebanding dengan lamanya stress. Kekerdilan foetus merupakan pengaruh suhu bukan karena kekurangan makanan. Kekerdilan yang ditimbulkan oleh stess suhu berbeda dari pengaruh kekurangan makanan (Yeates, 1953). Kekerdilan akibat stress suhu merupakan miniatur dengan proporsi yang sempurna, sedangkan domba induk yang kekurangan makanan mempunyai anak yang kurus dan kaki yang panjang.




















III.             KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil, yaitu:
1.                  Pertumbuhan ternak menunjukkan peningkatan ukuran linear, bobot,
akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air.
2.                  Terdapat tiga hal penting dalam pertumbuhan seekor ternak, yaitu: proses-proses dasar pertumbuhan sel, diferensiasi sel-sel induk menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm, dan mekanisme pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi.
3.                  Pertumbuhan sel meliputi perbanyakan sel, pembesaran sel dan akumulasi substansi ekstraseluler atau material-material non protoplasma.
4.                  Pertumbuhan prenatal dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode ovum, periode embrio dan periode fetus.
5.                  Periode ovum dimulai saat ovulasi sampai terjadinya implantasi, periode embrio dimulai dari implantasi sampai terbentuknya organorgan utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran pencernaan, periode fetus berlangsung sejak hari ke-34 masa kebuntingan sampai terjadinya kelahiran.
6.                  Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan prenatal antara lain hereditas, besar dan umur induk, nutrisi, jumlah anak perkelahiran, ukuran plasenta, dan suhu udara luar.











DAFTAR PUSTAKA


Anderson RR, Lu MH, Trojonor JJ, Clark JL. 1973. Milk Production, Wet Weight, Dry Weight, Potassium, and Nucleic Acid Measurements Of Cows Udder. J Dairy Sci.
Ashworth CJ. 1991. Effect Of Pre-Mating Nutritional Status and Postmating Progesterone Supplementation On Embryo Survival and Conceptus Growth In Gilts. Anim Reprod: Sci.
Ashworth CJ. 1992. Synchrony embryo-uterus. Anim Reprod: Sci.
Dziuk, PJ. 1992. Embryonic Development and Fetal Growth. Anim Reprod: Sci.
Giellespie, James R. 1998. Animal Science. Delmar Publishers: New York.
Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 1999. Mammary Gland Differential Growth During Pregnancy In Superovulated. Small Rumin Res:  Javanese Thin-Tail Ewes.
Mozes, dkk. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa: Bandung.
Wahab IM, Anderson RR. 1989. Physiologic Role Of Relaxin On Mammary Gland Growth In Rats. Proc Soc Exp Biol Med.
Wheeler C, Khom B, Lyttle CR. 1987. Estrogen Regulation Of Protein Synthesis In The Immature Rat Uterus: The Effects Of Progesterone On Protein Released Into Medium During In Vitroincubation. Endocrinology. Delmar Publishers: New York.
Wibowo, Suseno. 2012. http://egivet10uh.wordpress.com/2012/03/23/embrio-dan-teratologi/. Diakses tanggal 13 April 2012 pukul 19:23:02.
Yeates, N.T.M. 1953. The Effect of High Air Temperature On Reproduction in the Ewe. J. Agric: Sci.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: